Kamis, 05 Oktober 2017

Perilaku Etika dalam Bisnis

Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Etika

Suatu bisnis yang dijalankan pasti memiliki tujuan untuk tumbuh dan menghasilkan. Untuk itu para pelaku bisnis patut memberikan perhatian pada faktor-faktor yang dapat mendukung tujuan tersebut, seperti lingkungan, karena etika bisnis dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan juga dapat dipengaruhi oleh etika bisnis. 

1.    Lingkungan intern
Lingkungan intern dapat dikendalikan oleh para pelaku bisnis, sehingga dapat diarahkan sesuai dengan keinginan perusahaan. Lingkungan intern meliputi tenaga kerja, peralatan, dan lain-lain.

Contoh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dan etika para tenaga kerja, yaitu :

a)    Budaya organisasi
Mencakup lingkungan kerja, sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan, dan otonomi/pemberdayaan yang diberikan pada karyawan. Dengan memberikan nada positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia, sedangkan nada negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.

b)    Ekonomi lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika banyak lapangan pekerjaan dan ekonomi sedang naik, maka karyawan merasa bahagia, perilaku dan kinerja mereka menjadi lebih berbobot. Di sisi lain, saat pengangguran tinggi, karyawan menjadi takut dan cemas tentang pekerjaan mereka. Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.

c)    Reputasi perusahaan
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang, maka karyawannya juga curang. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai perusahaan baik, maka karyawannya cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa (perilaku baik).

d)    Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan. Di dalam industri untuk menarik pelanggan baru bukan merupakan masalah, karena karyawan tidak termotivasi untuk menggunakan etika, sehingga mereka melupakan etika untuk mengejar keuntungan.

2 Lingkungan Ekstern
Lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada diluar kegiatan bisnis yang tidak mungkin dapat dikendalikan oleh para pelaku bisnis sesuai dengan keinginannya. Pelaku bisnislah yang harus mengikuti ”kemauan” lingkungan ekstern tersebut, agar kegiatan bisnis bisa ”selamat” dari pengaruh lingkungan tersebut. Lingkungan ekstern meliputi lingkungan mikro, yaitu pemerintah, pesaing, publik, stockholder, dan konsumen, dan lingkungan makro, yaitu demografi, sosial politik, dan sosial budaya.

Perubahan lingkungan bisnis yang semakin tidak menentu dan situasi bisnis yang semakin komperatif menimbulkan pesaingan yang semakin tajam, ini di tandai dengan semakin banyaknya perusahaan milik pemerintah atau swasta yang didirikan baik itu perusahaan berskala besar, perusahaan menengah, maupun perusahaan berskala kecil. Perilaku karyawan dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.

Contohnya dari lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika: produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga.


Kesaling - tergantungan antara Bisnis dan Masyarakat

Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas, sehingga bisnis dan masyarakat memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan tersebut membawa etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, meliputi etika antara sesama pelaku bisnis dan etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat.

Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia dan masyarakat luas, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah :

1.    Hubungan antara bisnis dengan langganan/konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
- Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan             atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
- Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi                   didalamnya,
- Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat       etis bagi suatu bisnis.

2.    Hubungan dengan karyawan
Manajer pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment), Latihan (training), promosi atau kenaikan pangkat, transfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan/PHK (pemutusan hubungan kerja). Didalam menarik tenaga kerja haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan. Sering kali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah peserta atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri.

3.    Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun distributor. Dalam kegiatan sehari-hari tentang hubungan tersebut sering terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan itu tidak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik.

4.    Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan para investor untuk mengambil keputusan investasi yang keliru. 

5.    Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Laporan finansial tersebut haruslah disusun secara baik dan benar sehingga tidak terjadi kecendrungan kearah penggelapan pajak atau sebagianya. Keadaan tersebut merupakan etika pergaulan bisnis yang tidak baik.

Kepedulian Pelaku Bisnis terhadap Etika
Mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam berbisnis. Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan etika. Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya pasti tujuan utamanya adalah untuk memperoleh keuntungan. Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan tercela ditempuh demi pencapaian suatu tujuan, seperti tidak memperhatikan sumber daya alam dan korupsi, sehingga mereka terjerumus kearah yang menyimpang demi mendapatkan sebuah keuntungan yang besar. Oleh sebab itu etika bisnis diperlukan didalam sebuah perusahaan. Etika bisnis adalah perilaku etis atau tidak etis yang dilakukan oleh pimpinan, manajer, karyawan, agen, atau perwakilan suatu perusahaan.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah

1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan, yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua etika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.

10. Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah di miliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.

Perkembangan dalam etika bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.

2. Masa Peralihan
Tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.

3. Etika Bisnis Lahir di AS
Tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.

4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa
Tahun1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).

5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global
Tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

Etika bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas.

Referensi
Modul Kuliah Etika Propesi Akuntansi. 2008. Universitas Gunadarma. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar