1.
Benturan kepentingan
Benturan kepentingan adalah perbedaan
antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi
direktur, komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan. Sebuah situasi
konflik dapat timbul manakala personil mengambil tindakan atau memiliki
kepentingan yang dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melaksanakan
pekerjaannya secara obyektif dan efektif.
Contoh Empiris:
Kasus Bank Lippo bermula dari terjadinya perbedaan laporan keuangan kuartal III Bank Lippo, antara yang dipublikasikan di media massa dan yang dilaporkan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dalam laporan yang dipublikasikan melalui media cetak pada 28 November 2002 disebutkan total aktiva perusahaan sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp 98 miliar. Sementara dalam laporan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan rugi bersih (yang belum diaudit) menjadi Rp 1,3 triliun.
Kasus Bank Lippo bermula dari terjadinya perbedaan laporan keuangan kuartal III Bank Lippo, antara yang dipublikasikan di media massa dan yang dilaporkan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dalam laporan yang dipublikasikan melalui media cetak pada 28 November 2002 disebutkan total aktiva perusahaan sebesar Rp 24 triliun dengan laba bersih Rp 98 miliar. Sementara dalam laporan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun dan rugi bersih (yang belum diaudit) menjadi Rp 1,3 triliun.
Rekayasa laporan keuangan dilakukan keluarga karena mereka
memiliki agenda terselubung yaitu untuk kembali menguasai kepemilikan Bank
Lippo. Rekayasa laporan keuangan tersebut dilakukan dengan cara melaporkan
kerugian yang tidak terjadi, kerugian bank itu direkayasa melalui 2 cara yakni
menurunkan nilai aset melalui valuasi yang dirancang sangat merugikan bank dan
transfer aset kepada pihak terkait untuk menciptakan kerugian di pihak bank,
tetapi menguntungkan pemilik lama.
2. Etika dalam tempat kerja
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban
moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan
menghindari kegiatan-kegiatanyang mungkin mengancam tujuan tersebut.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang
dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1) Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap
saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga
terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga
menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
2) Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas
etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan
menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan
memperoleh penghargaan.
3) Etika dalam
hubungan dengan publik
Hubungan dengan publik harus dujaga sebaik mungkin, agar
selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan
ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur ulang dan
polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk adalah
uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan
menghemat sumber daya alam.
3.
Aktivitas bisnis internasional – masalah budaya
Budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan dikerjakan
sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka pada
saat mengerjakan pekerjaan tersebut. Seorang pemimpin memiliki peranan penting
dalam membentuk budaya perusahaan.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan
terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan
seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat
mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya
prilaku yang tidak etis.
4.
Akuntabilitas Sosial
Akuntabilitas sosial
merupakan proses keterlibatan yang konstruktif antara warga negara dengan
pemerintah dalam memeriksa pelaku dan kinerja pejabat publik, politisi dan
penyelenggara pemerintah.
Tujuan dari akuntabilitas sosial adalah sebagai berikut :
Tujuan dari akuntabilitas sosial adalah sebagai berikut :
- Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan
manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas yang
berkaitan dengan produksi perusahaan.
- Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap
lingkungan mencakup financial dan managerial social accounting, social
auditing.
- Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat
menentukan suatu hasil yang relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan
sosial suatu perusahaan.
Untuk maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial harus menjalankan
syarat pokok untuk pelaksanaan akuntabilitas sosial, antara lain:
1)
Keberadaan
Mekanisme yang Menjembatani Hubungan antara Negara dan Masyarakat
è Mekanisme ini
mempunyai makna strategis, sebab, pertukaran informasi, dialog dan negosiasi
dapat dilakukan oleh berbagai elemen baik dari negara maupun dari masyarakat
melalui sejumlah mekanisme tersebut. Contoh kongkret dari mekanisme yang
menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat adalah keberadaan Dinas
Komunikasi dan Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota.
2)
Keinginan dan
Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor Civil Society yang Kuat untuk
Secara Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas Pemerintah
è Faktor ini
sering kali berbenturan dengan sejumlah persoalan seperti: fakta lemahnya
elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa warga negara
kurang berdaya.
3) Keinginan dan
Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
è Banyak
pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi dan birokrat terhadap
aspirasi masyarakat dapat merubah pola interaksi antara negara dan masyarakat.
Pada titik ini, pola interaksi kedua elemen tersebut dapat semakin disinergikan
sehingga terbentuk sebuah pola interaksi yang bersifat timbal balik antara
aktor-aktor yang berasal dari negara maupun masyarakat.
4)
Lingkungan yang
Memungkinkan
è Dalam dunia
ekonomi dan budaya, sebuah upaya perwujudan akuntabilitas sosial akan menjadi
sia-sia ketika lingkungan sosial dan ekonomi tidak menyediakan kesempatan bagi
warga negara untuk memperoleh akses partisipasi yang sama di kedua dunia
tersebut.
Contoh Empiris :
Perkumpulan INISIATIF bersama jaringan kelompok masyarakat di Kabupaten Bandung dan Garut pada tahun 2012 melakukan akses informasi publik yang dibarengi dengan kegiatan survey penelusuran belanja publik atau public expenditure tracking survey (PETS) berkenaan dengan program–program penyediaan air bersih yang merupakan program PDAM maupun Dinas Cipta Karya.
Perkumpulan INISIATIF bersama jaringan kelompok masyarakat di Kabupaten Bandung dan Garut pada tahun 2012 melakukan akses informasi publik yang dibarengi dengan kegiatan survey penelusuran belanja publik atau public expenditure tracking survey (PETS) berkenaan dengan program–program penyediaan air bersih yang merupakan program PDAM maupun Dinas Cipta Karya.
Berdasarkan hasil survey penelusuran, kelompok masyarakat dapat
memetakan aktor-aktor yang terlibat di dalam penentuan anggaran, sumber
anggaran program penyediaan air bersih, mekanisme dan periode pelaksanaan
anggaran sampai ke tingkat masyarakat penerima manfaatnya. Hasil survey
tersebut pun menunjukkan bahwa alokasi anggaran untuk program-program
penyediaan air bersih di tingkat daerah, khususnya di tingkat kabupaten/kota
lebih banyak disokong melalui anggaran pusat melalui dana alokasi khusus (DAK)
maupun dana alokasi umum (DAU), dan sedikit sekali jumlahnya anggaran yang
dialokasikan melalui APBD.
Kartu Laporan Warga atau Citizen Report Card (CRC).
Dari penelitian yang menitikberatkan pada survey rumah tangga tersebut,
menghasilkan bahwa sebagian besar pelayanan program penyediaan air bersih
dirasakan belum optimal, dari sudut pandang rumah tangga pengguna PDAM maupun
penerima manfaat dari program melalui Dinas Cipta Karya.
Hal tersebut sangatlah timpang, apabila dari pandangan rumah
tangga maupun masyarakat penerima layanan air bersih, menilai bahwa pemenuhan
hak mereka atas air belumlah sepenuhnya optimal, sementara kucuran dana dari
pusat dan daerah hampir setiap tahun dialokasikan dan dialirkan ke dalam bentuk
program dan kegiatan pengembangan sistem penyediaan air bersih, lantas
pertanyaannya seberapa efektifkah anggaran tersebut dilaksanakan, toh pada
masyarakat masih menilai pemenuhan atas akses air bersih , masih lebih dominan
dipenuhi oleh pihak swasta, dengan cara membeli air-air kemasan dan isi ulang.
Tak cukup sampai di situ, pembuktian lainnya, yaitu masyarakat
menilai bahwa keberadaan program dan kegiatan penyediaan air bersih pun
terkadang tidak jelas siapa sasarannya, lokasi dibangunnya serta jumlah
anggaran yang dilaksanakan untuk sebuah pembangunan prasarana air bersih.
Karena senyatanya tak jarang bahwa pelaksanaan pembangunan lebih banyak
dilakukan oleh pihak kontraktor, yang tidak semua masyarakat tahu kredibilitas
penyedia jasa kontruksi tersebut, serta tidak semua tahu bagaimanakah proses
penentuan penyedia jasa tersebut.
5.
Manajemen Krisis
Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan
terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah
berjalan normal. Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang
menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi
yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat
mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti Tsunami, musibah
teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan yang
mogok kerja. Segala kejadian buruk dan krisis, berpotensi menghentikan proses
normal bisnis yang telah dan sedang berjalan, membutuhkan penanganan yang
segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan yang segera ini kita kenal
sebagai manajemen krisis (crisis management).
Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis
Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan
jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan untuk
menghadapi :
1. Situasi darurat (emergency response),
2. Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster
recovery),
3. Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery),
4. Strategi untuk memulai bisnis kembali (business
resumption),
5. Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency
planning), dan
6. Manajemen krisis (crisis management).
Penanganan Krisis
Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis,
perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini
terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi.
Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis
yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk
mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan
kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan
sehubungan dengan krisis yang terjadi.
Dalam menghadapi krisis dibutuhkan kepemimpinan yang
efektif. Sang pemimpin mesti mengetahui tujuan dan strategi yang jelas untuk
mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi oleh rasa optimisme terhadap penyelesaian
krisis. Mintalah dukungan dari semua orang, dan tunjukkan bahwa perusahaan
mampu menghadapi krisis yang terjadi ini dengan baik. Tenangkan hati mereka.
Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat dalam mencari dan menjalani
solusi krisis yang telah disusun bersama.
Contoh Empiris :
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, hingga kini belum ada
produk Nestle di Indonesia yang diketahui tercemar daging kuda. "Badan POM sedang meneliti sekarang, apakah ada
(kandungan daging kuda)," kata Nafsiah di kompleks Istana Negara, Jakarta,
Selasa, 19 Februari 2013.
Menurut Nafsiah, penemuan jejak DNA kuda
dalam produk Nestle merupakan hal baru. Karena itu, Badan POM melakukan
penelitian untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan daging kuda dalam
produk Nestle. "Kalau memang ada, tentu akan ditarik (produknya),"
ujar dia. "Tapi sampai sekarang belum ada."
Nestle, perusahaan makanan terbesar dunia,
menarik produk makanannya yang tercemar daging kuda di Italia dan Spanyol.
Langkah ini dilakukan setelah tes menunjukkan jejak DNA kuda dalam produk itu.
Perusahaan berbasis di Swiss ini menghentikan pengiriman produk yang mengandung
daging dari pemasok di Jerman.
Nestle merupakan perusahaan terbaru dalam
barisan produsen pangan utama yang menemukan jejak daging kuda dalam makanan
berlabel daging sapi. Skandal daging kuda, yang semula hanya ditemukan di
Inggris, kini menyebar ke banyak negara Eropa. Juru bicara perusahaan itu
mengatakan, tingkat DNA kuda yang ditemukan sangat rendah, tapi di atas 1
persen.
Referensi :
Mustafa
Kamal. 2014. Akuntabilitas Sosial Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas
Pelayanan. Aceh
Melly Maulin
Purwaningwulan. 2011. Public Relations Dan Manajemen Krisis. Vol 11
No 2, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar